Satu Tahun Lalu

Jumat, 24 Agustus 2018

Satu tahun lalu ada wanita yang bahagia namun cemas karena hari itu adalah hari terakhir dia menjadi single.
Satu tahun yang lalu ada pria yang tidak bisa tidur nyenyak karena esok hari dia harus berjanji pada Allah untuk menjaga dan bertanggung jawab dengan wanita yang baru 3 tahun dikenalnya.
Satu tahun yang lalu ada mereka yang berdoa kebaikan agar kami langgeng hingga maut memisahkan.
Satu tahun lalu ada seorang ayah yang merelakan anak perempuannya untuk berbakti kepada laki2 yang baru 3 tahun dikenalnya.
Satu tahun lalu ada seorang ibu yang bahagia karena anak perempuannya kini sudah menjadi lebih dewasa.
Satu tahun lalu ada seorang ayah yang bahagia karena akan memiliki satu lagi anak perempuan dari keluarga lain.
Satu tahun lalu ada seorang ibu yang berbesar hati mengizinkan anak laki2nya untuk mencintai dan menjaga wanita lain selain dirinya.
Satu tahun lalu ada kami yang canggung ketika tibatiba harus tidur di kasur yang sama.
Sudah satu tahun, kami menjadi suami istri. 
Selamat satu tahun pernikahan miko.

Walau masih sangat jauh perjalanan (rumahtangga) kami, masih panjang sekali penyesuaian yang harus dilalui dan masih banyak halhal kecil ataupun besar yang akan menguji hubungan ini. Tapi, aku yakin segala sesuatu yang telah terjadi pasti sudah melalui acc Allah. 
Semoga aku segera siap untuk punya anak, semoga kita selalu sabar untuk saling mencintai dan semoga kita sehat juga banyak uang Aamiin

Menujun Akad

Sabtu, 04 Agustus 2018

Yha... hai halo semuanya ^_^
Terima kasih sudah bersedia mampir ke blog saya yang isinya random ini...
Setelah ditulisan sebelumnya saya menceritakan kejadian ketika saya memutuskan untuk menikah. Hari ini saya akan berbagi pengalaman mengenai MENUJU AKAD. 

Tidak seperti wanita pada umumnya yang bahagia banget sampai apapun persipan menuju akad mereka share di media sosial. Saya malah sebaliknya, saya menutup rapat persiapan saya menuju akad dari media sosial dan teman2 (kecuali sahabat ya).
Saya malah merasa takut juga sedih ketika menjalani harihari menuju akad. Bahkan temen2 saya sampai mengajak saya liburan ke bali sebelum melepas masa lajang, tujuan mereka antara agar saya lebih santai menghadapi hari pernikahan atau mungkin juga karena mereka bosan mendengar perkataan saya yang berpuluh kali saya ucapkan ini
“Duh, gua mau nikah nih, takut gua, tolongin dong”

Kenapa takut? 
Bagi saya saat itu, Menikah itu bukan hanya sekedar lolosnya saya dari pertanyaan kapan menikah, menikah juga mengenai kesiapan saya untuk mentaati suami, kesiapan untuk beribadah seumur hidup, kesiapan untuk memiliki anak, kesiapan untuk memasak, kesiapan untuk mengatur keuangan, dan kesiapan untuk banyak hal lainnya. 
Iya, itu sedikit dari banyak pikiranpikiran yang membuat saya saat itu takut untuk menikah meski sudah memutuskan tanggal pernikahan. 

Tapi saat menulis tulisan ini saya menyadari ketakutan itu hanya perasaan saya saja, mungkin hanya godaan setan yang ga suka manusia ibadah seumur hidup. 
Akhirnya saya memutuskan untuk mendiskusikan hal hal yang saya takutkan di detik2 terakhir menuju hari pernikahan bersama calon suami saat itu, hal itu membuat saya sedikit tidak takut 😬

Seperti pasangan calon penganten pada umumnya, tentu saja kami sudah mempersiapkan semua. Kami sudah memesan undangan di daerah kranji, memilih orangtua murid di tempat saya mengajar sebagai perias penganten, memilih nenek saya sebagai chef dan memutuskan mengundang orang2 terdekat saja.

24 Agustus 2017
Saya tidak percaya dengan pingit memingit juga dengan puasa sebelum menikah agar ga keringetan. Hal ini membuat saya masih berkeliaran untuk ke klinik krn jadwal scalling gigi saat pagi hari, saya masih ke salon di siang hari dan ketika magrib saya masih membeli kabel untuk keperluan penerangan. Bagi saya, puasa agar tidak keringetan dan pingit memingit bukan syarat sah nikah. Saya percaya, Allah melindungi semua mahluknya.

25 Agustus 2017
Saya dan Miko melangsungkan akad nikah, entah kenapa, saat itu saya tidak merasa sedih seperti acara akad yg pernah saya lihat pada umumnya. Saya merasa biasa saja. 
Ya, intinya, Tidak ada tangisan di acara pernikahan kami.
Mungkin itu pertanda kalau semua bahagia. Aamiin

Karena perasaan biasa saja itulah saya sampai sanggup main hp ketika miko masih dinasehati penghulu sebelum akad. Etapi saat sedang akad tentu saja saya meletakkan hp saya, karena itu kan serahterima saya dari bapak ke miko.


Itulah cerita saya mengenai ketakutan yang saya buat sendiri saat menuju akad. Padahal nyatanya ketakukan itu hanya perasaan saya saja. Semua baik2 saja hingga saat ini. 

Dia dalam kami

Rabu, 11 April 2018

"Kamu bawa al-matsuratnya dua atau satu? Aku pinjam dong kalau bawa dua." itu adalah kalimat  percakapan pertama dari saya untuk dia. Kalimat itulah yang menjadi pembuka untuk percakapan kami selanjutnya.
Saat itu kami duduk bersebelahan di bus yang sedang dalam perjalanan ke bandung untuk acara family gathering sekolah, tempat dimana kami bertemu dan menjadi "sepasang sepatu" kalau kata bang Tulus.

Adalah Hani.
Salah satu dari sekian banyak alasan saya menulis disini.
Bila orangtua bisa diibaratkan seperti oksigen, yang tanpanya hidup bisa terasa begitu sesak. Pasangan menjadi seperti air, yang tanpanya hari-hari akan menjadi kering. Maka bagi saya, sahabat adalah cahaya mentari yang tanpanya hari menjadi gelap. Seperti cahaya matahari, Allah mendekatkan kami agar lebih cerah dalam menjalani hari-hari kami di sekolah.

Saya selalu percaya, Allah memiliki alasan untuk mempertemukan semua mahkluk di dunia ini. Begitupun pertemuan saya dan hani.
Saya juga percaya, kita akan bersahabat dengan orang yang sesuai dengan "keadaan" diri kita. 
Contohnya Ikan akan bersahabat dengan ikan, tidak mungkin ikan bersahabat dengan burung. Begitu juga Singa akan bersahabat dengan singa, tak ada singa yang bersahabat  dengan ayam. Mengapa contohnya harus hewan? Karena itu adalah hal yang paling sederhana untuk diibaratkan.

Beberapa orang menduga duga alasan kita menjadi dekat. Beberapa orang mengira kami seperti dua kutub magnet yang bertolak belakang. Beberapa lagi tak habis pikir mengapa kami bisa selalu bersama di sekolah.  Tapi biarlah, mereka tak perlu terlalu dalam untuk tahu apa yang membuat kami saling terkoneksi.

Sering ada hari dimana saya bertanya, “Emang kita mau kemana ya?” Ketika dari jauh jauh hari kami merencanakan untuk ke suatu tempat bersama, tapi dia tetap sabar mengingatkan.
Sebulan sekali selalu ada hari dimana dia menjadi sangat berapi api karena PMS, tapi sambil tertawa kecil saya tetap “SIAP GERAK, DIAM DITEMPAT” agar marahnya tersalurkan.
Kami selalu memiliki seribu sebelas wacana dan belum ada satupun yang terealisasi, tapi kami tetap menambah wacana sambil tertawa mengejek satu sama lain.
Sering juga saya melupakan sesuatu dan dia bantu mengingatnya.
Atau ketika dia mulai menatap sinis saat saya tidak mempercayai ucapannya meski faktanya ucapannya adalah benar. 
Juga ketika kami membutuhkan pendapat satu sama lain, kami selalu terkoneksi. 


Itu adalah sedikit cerita dari sekian banyak hal yang membuat kami seperti “Sepasang sepatu selalu bersama tak bisa bersatu”

Yakini saja!

Senin, 05 Maret 2018


Hai!!! Sudah lama juga tidak mengunjungi blog sampai lupa kata sandi.

Sesuai judul dari blog kali ini, saya akan bercerita tentang cerita awal suami yang mengajak saya menikah.  Kisah yang berbeda dari kebanyakan pasangan. 

Seperti anak gadis pada umumnya yang suka ditanya “kapan nikah?”, saya pun merasakan hal tersebut dan saya selalu menjawab, “nanti akhir bulan Oktober saat usia 25 tahun.” Dan ketika si penanya bertanya balik “dengan siapa?” Saya selalu menjawab “ngga tau hehehe”

Pertanyaan belum berakhir ketika saya bertemu penanya yang selalu ingin tahu (read: lapar) ya lapar akan informasi (yang ga penting buat dia sebenernya), sehingga keluar pertanyaan “Kenapa akhir bulan Oktober?” mungkin pembaca juga bingung kenapa akhir Oktober? Alasannya karena saya ingin punya anak yang lahir bulan Agustus atau minimal berzodiak Leo. Receh ya alasannya -_- I think so. Saat itu saya masih berusia 24 tahun dan sama sekali belum punya calon pendamping.  Tapi entah kenapa saya yakin saya akan menikah di usia 25 tahun.

Sekitar Oktober 2016 jam 04.00 ada chat whatsap masuk ke Handphone saya. Chat dari orang yang saya kenal ketika kerja di salah satu sekolah berkebutuhan khusus di cikarang. Awalnya saya kira dia akan mengabari ada reuni guru sekolah tersebut, ya meskipun sekolahnya sudah pindah yayasan tapi kami yang pernah menjadi guru disana masih suka reuni lho. FYI sejak awal kami kenal di tahun 2014, kami selalu berbicara hanya untuk hal penting. Jangan harap kami berbicara menanyakan kabar. Bertemu aja hanya senyum tanpa makna. Ya, hubungan kami dari tahun 2014 hingga saat dia kirim chat di pagi buta itu hanya sebatas ‘elo kenal gua, gua kenal elo, CUKUP!’

Jadi, apa isi chat watsapnya? Isinya adalah dia langsung mengajak saya untuk bertemu dan mengajak saya menikah. Nahlo kebayang gimana perasaan saya saat itu? Tidak dekat, tidak suka, tidak pernah ngobrol lamalama tapi tiba-tiba di ajak nikah.
Sejak saat itu saya bukannya senang tapi malah dilema. Yippy....
Kata beberapa kawan adalah hal biasa wanita yang mau diajak nikah menjadi dilema karena nikah mau nya hanya sekali seumur hidup kan ya buk pak om tante pakde budhe --,

Di kepala saya sempat berpikir negatif “ah mungkin dia abis patahati ditinggal nikah pacarnya jadi dia ngajak saya nikah sebagai pelarian”. Tapi bukan itu alasannya.... saya salah saudara-saudara.

Menurut mas nya gini kira2 kalimat penjelasan yang dia katakan pada saya
 “Dulu tahun 2014 kamu punya pacar kan?  (Pacar saya saat itu bisa kalian baca di tulisan saya sebelumnya yang berjudul Dua Puluh Tujuh (Kurang Sebelas Hari) atau Kado Termanis Dari Kawan Termanis) Jadi ya aku ga deketin. Lagian tiap aku deketin kamunya menghindar. Jadi aku sama yang lain aja. Terus sebelum aku chat kamu aku abis sholat minta jodoh, aku kepikiran kamu. Ya aku chat aja ajak ketemu buat bahas aku yang mau nikah sama kamu. ^-^ ”

Setelah saya menanyakan pendapat ke beberapa orang dan berdoa kepada Sang Pemilik Alam semesta. Akhirnya saya diberi keyakinan untuk menerima ajakan nikah dia. Ya walau masih labil sih kadang mau kadang ragu tapi toh semua tetap saya jalani.

Yaaaaa.... begitulah. Yakini saja ya gengs. 
Menuju akad akan saya ceritakan di lain kesempatan.
Terima kasih sudah membaca. Ditunggu kritik dan sarannya ya.