Menjaga

Jumat, 31 Oktober 2014

Sore kemarin sempat mendengarkan lagu jikustik- dia harus tahu.
"..... Tapi dia harus tahu, bagaimana ku menjagamu... Tapi dia harus tahu, nananana nananananaaaaaa" gitulah kirakira liriknya.

Jadi ingat kejadian beberapa tahun lalu. Cuma ingat sih jadi bukan berarti belum bisa move on. Ya cuma mau berbagi pengalaman untuk yang lain. 

Waktu itu hati saya pernah merasa jatuh cinta yang teramat sangat cinta, lalu saya merasa tidak perlu cinta yang lain, hingga saya menjaga sebisa mungkin cinta yang saya punya. Sebenarnya wajar  siapapun menjaga siapapun yang dia sayang, yang tidak wajar jika kita terlalu angkuh merasa paling pantas dan akhirnya malah berlagak seperti "penguasa". Setiap kali ada yang datang untuk singgah atau malah ingin menjaga apa yang sedang saya jaga, saya selalu merasa mereka tidak layak karena mereka tak sehebat saya.

Tapi mungkin... Saya lupa, lupa kalau saya itu tidak sempurna, lupa kalau saya itu bukan pengatur alam semesta, lupa kalau saya harusnya lebih cinta sama pemilik alam semesta. Pada akhirnya datang di kehidupannya beberapa yang mungkin lebih baik dari saya, lalu mereka bertindak seakan hendak menjaga yang selama ini saya jaga. Mungkin saya masih bisa bertahan jika akhirnya yang saya jaga menolak tawaran yang lebih baik. Mungkin saya saat ini masih sibuk menjaga jika Sang Pemilik Alam Semesta belum mengizinkan saya untuk berhenti menjaga. 

Dulu, saat awal saya menerima kenyataan kalau saya harus rela melepaskan apa yang saya jaga, saya bertanya "kenapa begini, sayang sekali Sang Pemilik Alam Semesta mengizinkan yang lain menjaga apa selama ini sekuat itu saya jaga". Tp saya bisa apa kalo Sang Pemilik Alam Semesta berkehendak demikian, saya hanya bisa menikmati, mengikuti jalan cerita, sampai akhirnya Sang Pencipta memberikan kesempatan lagi kepada saya untuk kembali menjaga, menjaga dengan sepenuh cinta orang yang setahun lebih ini datang untuk mengisi hari dengan kasih sayangnya. 

Setidaknya dulu saya pernah menjaga, meski akhirnya saya harus melepaskan karena sudah saatnya dia dijaga dengan yang lain. Setidaknya saat ini saya bisa belajar bagaimana cara menjaga yang seharusnya. Bila Sang Pencipta menginginkan saya membiarkan yang sedang saya jaga ini dijaga yang lain, semoga itu tidak pernah terjadi. Kalo terjadi? Yaaa manusia bisa apa. 

dan untuk yang sedang saya jaga, setidaknya saat ini saya sedang menjaga kamu dengan sekuat ini sepenuh cinta sesayang ini  ^_^

Wisuda 6 Maret 2014

Jumat, 19 September 2014

Awal September kemarin sempat datang ke acara wisuda Ina, jadi inget wisuda saya bulan Maret.

“kau datang dan jantungku berdekup cepat, kau buatku terbang melayang, tiada ku sangka getaran ini ada saat jumpa yang pertama. (……….) could it be love could it be love could it be could it be could it be love” lagu raisa ini menjadi lagu pengantar saya menuju ke Hall D JI Expo kemayoran. Lagu ini diputar om di mobilnya saat menuju ke salah satu tempat bersejarah dalam hidup saya itu. Lagu yang pastinya akan mengingatkan saya tentang moment pagi hari sebelum wisuda.

Teringat beberapa jam lalu, jam 4 harus mandi dan siap-siap ke salon untuk mempercantik diri agar terlihat indah di acara wisuda nanti. Jam 6 sudah di rumah nenek untuk sarapan dan jam 7.30 sudah berangkat menuju tempat acara. Letak kemayoran yang tidak jauh dari rumah nenek ditambah itu merupakan hari kamis jadi jalanan tidak macet membuat jam 8.30 saya sudah di tempat acara. Om saya hanya mengantar, beliau tidak ikut karena harus kerja. Jadilah saya hanya ditemani ibu dan bapak. Raras dan jidah (nenek) pun tidak ikut karena di undangan mengatakan kalau acara baru selesai jam 13.25 jadi kami takut mereka lama nunggu.

Saat sampai di Hall D2 JI Expo Kemayoran, yaaa ramai pastinya. Banyak wisudawan/wati bersama keluarga, banyak penjual bunga, banyak penjual boneka, dan penjual pernak pernik lain.  Acara dimulai tepat waktu, semua berjalan baik, berjalan sebagaimana mestinya. Entah saya yang kurang peka atau memang hari itu rasa hikmat enggan datang ke hati ini, tak ada air mata setetespun yang keluar,  biasa saja. Di dalam gedung saya malah sibuk berfoto. Oh ya selamat untuk sahabat, Yuli Mulawati yang terpilih sebagai wisudawan terbaik dengan IPK 3,7 (kalo tidak salah).

Hingga tiba saat mengucapkan ikrar wisudawan. Saya memilih untuk tidak mengucapkan ikrar yang nomor 3, entahlah, saya takut ditagih pertanggung jawaban di akhirat karena bunyinya  “Mengabdi Pada Nusa dan Bangsa”.

Tidak seperti yang diceritakan banyak orang, tidak ada suasana haru yang saya rasakan. Yang ada hanya bahagia, bahagia semua langkah dalam menggapai strata 1 telah selesai. Acara selesai jauh berbeda dengan perkiraan yang tertulis di undangan, jam 12 acara sudah selesai. Kami sudah keluar ruangan. Bertemu keluarga, berfoto bersama, dan membagi kebahagiaan dengan semua yang telah menunggu dan meluangkan waktunya di luar gedung.

Saya mulai panik saat ina, gery, subhan, agatha, dan amel yang berniat untuk datang memberikan selamat tak jua hadir. Bukan mereka terlambat tapi acara yang selesai lebih awal. Dengan bujuk rayu saya memaksa orang tua untuk tunggu sejenak, merayu mereka agar mau pulang jam 3 sore karena saya harus menunggu mereka yang sedang diperjalanan menuju kemayoran. Alhamdulilah mereka mau menunggu. Akhirnya jam 15.00 saya balik lagi ke matraman dan melanjutkan foto bersama jidah dan raras. Ya begitulah wisuda strata satu saya, biasa aja, ga se-drama yang saya bayangkan.

Alhamdulillah terima kasih untuk Allah, untuk ibu dan bapak, untuk raras dan jidah, dan Terima kasih yang sudah menyempatkan waktu untuk datang, untuk ina dan gery, untuk  subhan, untuk agatha, dan untuk amel.

Untuk Yuli

Selasa, 18 Maret 2014

Aku menyukai Khalil Gibran, meski bukan anak sastra, meski harus baca bukunya berulang kali untuk bisa tau maknanya.

“….. dialah yang mengisi kekuranganmu bukan mengisi kekosonganmu.” 
Itu salah satu kutipan beliau yang aku ingat tentang persahabatan, kutipan ini juga aku tulis di lembar persembahan skripsiku.

Hampa.  Merasa akan ada yang akan kosong. Merasa ada yang akan hilang. Merasa tak nyaman. Gelisah.
Yaaa itu yang terasa ketika membaca watsap grup.

Teruntuk sahabatku Yuli Mulawati


Malam itu aku membaca pesan darimu di grup wattsap, grup yang selalu ramai oleh celotehan aku, kau, ina dan maya. Grup yang akan selalu kita gunakan untuk reuni setiap waktu.
Aku tak paham, ini berita sedih atau berita gembira.
Kau pamit, kau  harus pulang ke tanah kelahiranmu  esok sore (12 maret 2014). Tugasmu selesai di Jakarta. Kau harus bertemu semua yang menunggumu disana dengan penuh kasih. Kau harus melanjutkan hidupmu disana, mencerdaskan kehidupan anak bangsa.

Sahabatku,
Terimakasih, aku sangat bahagia Allah mengenalkan kita dan mengizinkan kita untuk bersahabat, mengizinkan kita untuk saling mengisi kekurangan.
Pasti akan selalu ku ingat, kepolosanmu, kepintaranmu, ketidakpekaanmu. Yaaa aku ingat aku selalu menertawakan hal itu tapi itu adalah yang akan selalu aku rindu.

Yuli, Titip salam untuk ayahmu. Kali ini aku serius, abaikan leluconku tentang ibu tiri. Titip salam untuk ibumu, adik-adikmu, nenek kakek, abangmu, dan semua keluarga juga sahabatmu disana.
Ku mohon, ceritakan pada mereka bahwa kami sangat kehilanganmu. Ceritakan pada mereka tentang kita, tak lupa ceritakan tentang perjalanan kita ketika jalan ke arion, ke terminal rawamangun, ke semua tempat dekat kampus yang pernah kita kunjungi dengan jalan kaki, ceritakan pada mereka tentang persahabatan kita, ceritakan semuanya, semuanya yang kau kenang, semuanya yang melekat di otakmu tentang kami.

Sampai jumpa Yuli, Aku tahu Allah pasti akan mengizinkan kita untuk bertemu lagi nanti.
Dan jika nanti kita bertemu lagi, aku pastikan cengiran indah akan hadir dengan ikhlas di bibir kita.
Hanya ini, hanya ini tulisan ku untukmu, tulisanku yang tak indah. Sampai Jumpa Kawan.
 
Foto terakhir sebelum yuli ke Palembang


Motto dan persembahan skripsi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Aku akan berjalan bersama mereka yang berjalan karena aku tidak akan berdiri diam sebagai penonton yang menyaksikan perarakan berlalu.” –Khalil Gibran–

“Tanpa keluarga, manusia, sendiri di dunia, gemetar dalam dingin.”
Aku persembahkan skripsi ini untuk Ibu, Bapak, Raras (adik perempuan yang menjadi penyemangat karena selalu ceria), dan Imam ku nanti.

“Sahabat adalah salah satu sumber kebahagiaan dikala kita merasa tidak bahagia.”
Tertulis ucapan terima kasih untuk sahabatku Nofitria Nur Ekawati,
yang  selalu memberikan semangat, nasihat, dan doa ketika aku sedang menyelesaikan skripsi.
                                                                                                                             
“ …. dialah yang bisa mengisi kekuranganmu, bukan mengisi kekosonganmu.” –Khalil Gibran-
Terima kasih untuk  “Ina Rahmawati, Maya Widiastuti, dan Yuli Mulawati”
sahabat yang selalu meluangkan waktunya untuk berdiskusi agar skripsi ini tersusun indah.

“Dalam manisnya persahabatan, biarkanlah ada tawa kegirangan” -Khalil Gibran-
Terima kasih kepada rekan-rekan PLB  angkatan 2010 , Nurmaulina,  & Christine
Semoga keakraban kita tidak hanya sampai disini.

Aku datang, aku bimbingan, aku ujian, aku revisi, dan aku menang.

-Alhamdulillah-

dua puluh tujuh (kurang sebelas hari)

Minggu, 16 Februari 2014

Sebelumnya saya pernah posting cerita tentang teman yang memberikan kado di parkiran. 11 hari setelah pemberian kado, malam itu dia ke rumah mengucapkan kata-kata indah, kata-kata yang bisa membuat saya merasa cantik, kata-kata yang terakhir kali saya dengar 2 tahun lalu, dan kata-kata yang saya kira tidak akan pernah saya dengar lagi sebelum saya lulus kuliah dan kerja. Sejak malam itu saya selalu merindukan tanggal dua puluh tujuh. Seorang yang sabar telah berhasil membuat keindahan dan membuat saya merasa disayang secara berbeda dengan orang lain. Orang yang tidak memiliki hubungan darah tapi mau menyayangi saya.

Misalnya kemarin sore, 17 januari 2014 sekitar jam 18.00 WIB seorang sahabat menyuruh saya memotong rambut karena hari itu saya mengalami beberapa kejadian yang melelahkan. Tapi ditengah hari yang melelahkan itu, terdapat sesuatu yang menyejukkan.
“menurut kamu kalo aku potong rambut kayak model rambutnya agnes monica yang di video klip teruskanlah, rambut aku bakal tetep kibo ga?”
“video klip teruskanlah itu rambutnya panjang atau pendek ya? Aku lupa”
“ –___– pendek, sependek rambut kamu. Itu rambut kamu model apa ya? Aku mau potong begitu aja deh.”  *dalam hati saya menggerutu, aelah mas mas segala nanya rambut panjang atau pendek yang namanya potong itu selalu menjadikan sesuatu lebih pendek*
“haha mau kibo atau ngga kamu itu tetep cantik kok”
Percakapan ditutup dengan chat saya yang berisi “ah abang bise aje”
Entah dia boong atau ngga, entah karena dia lagi sibuk hingga males ngeladenin pertanyaan saya yang tidak penting, entah karena dia memang jawab jujur, entah karena dia memang orang yang selalu menghargai keputusan orang lain, atau entah-entah yang lain. Tapi kalimat terakhir yang dia kirim bisa membuat saya tersenyum meskipun dalam posisi kegencet di mobil 59 karena lapak duduk saya diambil orang yang badannya gendut.
Riris Agustin ternyata masih ada orang lain yang melihat saya dengan caranya. Cewek dengan badan mini, tubuh kurus, banyak bulu, kulit hitam, rambut pendek kibo, dan model kerudung yang itu-itu aja (bukan hijabers), ternyata ada orang lain yang menginginkan saya untuk menjadi yang terkasih. Ternyata masih ada orang lain yang datang pagi membawa nasi uduk ke rumah untuk sarapan bersama sebelum saya berangkat mengajar, orang yang dalam keadaan kesal tapi tetap datang ke rumah membangunkan saya untuk sarapan ketoprak bersama, orang yang selalu siap ketika saya minta bantuan untuk mengerjakan tugas, orang yang mau makan es krim berdua walau dia lagi pilek. Dan perlakuan yang indah lainnya…
Meski tak hanya keindahan yang terjadi pada kami, adakalanya sudut pandang yang berbeda membuat kami sejenak merasakan “ketidakindahan” (apalah bahasa saya ini) tapi Allah membuat orang ini melihat saya dengan caranya, Allah mengizinkan orang ini menyayangi saya dengan caranya. Semoga selamanya kami tetap saling melengkapi, tanpa kebohongan dan selalu bersama dalam keindahan maupun ketidakindahan.
Terima Kasih. Semoga kamu tidak seperti yang lain, yang pernah datang lalu pergi begitu saja. Tetaplah bersama wanita yang tak cantik ini. Meski ada wanita yang melebihi wanita ini, Ingatlah selalu bila Allah sudah izinkan kita untuk saling menyayangi. Jangan disia-siakan rasa indah ini.
H-11 menuju tanggal 27 yang ke 6.

-Jangan jadi pria bebek, nanti wanitamu jenuh. Ya, Selamat berfikir semampunya.-
Untuk nyonya di kompleks yang sama

Hai nyonya, apa kabar?
Aku dengan kabarmu tak baik.
Kau terkena penyakit yang ditakuti para wanita

Hai nyonya, ku doa kan kau lekas sembuh.
Ya, aku mendoakanmu.

Nyonya, ingatkan 3,5tahun yang lalu?
Aku lewat dihadapanmu dengan membawa buku.
Ah… tak ada maksudku untuk membuka luka lama tapi luka ini memang selalu terbuka.

Nyonya, kau ingat cibiranmu?
“Lho, kamu masih belajar? Anak saya (yang tak tega ku sebut namanya) sudah di terima di perguruan tinggi neger ternama (yang tak ingin ku sebut namanya).”

Nyonya, sudahkah anakmu lulus?
Bolehkah aku lewat dihadapanmu dengan medaliku juga skripsiku?
Sudahlah, terimakasih nyonya karena cibiranmu aku diterima di PTN pilihanku.
Terima kasih karena cibiranmu aku lulus kuliah lebih cepat dari anakmu.

Baiklah nyonya,
Aku sudah dosa memendam dendam ini.
Aku tak mau menambah dosa dengan menghampirimu dan membalas cibiranmu.
Aku juga tak berani kurang ajar pada yang lebih tua.


Sudahlah, ku doakan sekali lagi semoga kau lekas sembuh dan anakmu lekas lulus.